BIODIESEL
TERPELESET HARGA MINYAK
Mimpi pemerintah untuk mengurangi konsumsi
bahan bakar nabati terancam berantakan. Memang, pemerintah menetapkan program
mandatori atau kewajiban mencampur bahan bakar minyak (BBM) dengan biodiesel
sebanyak 15% atau B15 sejak awal tahun ini. Tapi, pelaksanaannya lamban
sehingga penjualan biodiesel sepanjang semester pertama tahun ini jeblok. Pengusaha
biodiesel tak memiliki pasar alternatif atas produk ini. Padahal, pasar
alternatif ini sangat penting di saat pasar utama ekspor sedang sepi. Sementara
permintaan dalam negeri masih minim.
Produsen biodiesel justru menilai bahwa
penurunan harga minyak dunia yang terjadi di awal semester kedua tahun ini
bakal menambah suram industri biodiesel. Biodiesel semakin tak menarik di
pasaran karena penurunan harga minyak bisa membuat harga solar makin murah. Konsumen
beralih ke solar. Terutama negara yang tidak terlalu mementingkan lingkungan
hidup seperti China dan India yang sejatinya merupakan pasar utama biodiesel Indonesia.
Penjualan biodiesel pada kuartal pertama
tahun ini mencapai 200.000 kl. Kondisi memburuk di kuartal II-2015 setelah
pasar ekspor meredup dan pasar domestik terhenti setelah Pertamina tak lagi
menyerap biodiesel sejak bulan Maret. Alhasil, sepanjang April – Juni tahun ini
nyaris tak ada penjualan biodiesel.
Angka 200.000 kl hingga paruh pertama
tahun ini menjadi pukulan telak bagi produsen biodiesel karena pada tahun ini
target penjualan biodiesel sudah ditetapkan sebanyak 1,6 juta kl untuk domestik
dan ekspor. Produsen biodiesel kini ramai-ramai berharap agar produknya bisa
diserap pasar domestik setelah program pungutan dana ekspor minyak kelapa sawit
atau CPO mulai bergulir sejak 16 Juli 2015 tahun lalu.
Kebutuhan solar dalam negeri mencapai 34
juta kl per tahun. Berarti, biodiesel yang bisa diserap 5,1 juta kl per tahun.
Industri ini bisa berkembang asalkan
pemerintah tegas menerapkannya. Jika pemerintah tegas dan konsisten menegakkan
pemanfaatan dana pungutan CPO, tidak ada lagi alasan Pertamina untuk tidak
menyerap produksi biodiesel dalam negeri.
Program dana dukungan kelapa sawit
atau CPO Supporting Fund telah diagendakan untuk membiayai subsidi biodiesel.
Dan ini menutup selisih harga biodiesel yang lebih mahal ketimbang solar
sehingga bisa dijangkau masyarakat.
Rencananya, dari target pengumpulan dana
CPO Fund tahun ini senilai Rp 4,5 triliun sekitar 30% diantaranya akan
digunakan untuk subsidi biodiesel. Porsi ini memang masih lebih rendah porsi
60%-70% yang akan dialokasikan pemerintah untuk peremajaan kebun sawit rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar