Selasa, 24 Mei 2016

BIODIESEL TERPELESET HARGA MINYAK



BIODIESEL TERPELESET  HARGA MINYAK


Mimpi pemerintah untuk mengurangi konsumsi bahan bakar nabati terancam berantakan. Memang, pemerintah menetapkan program mandatori atau kewajiban mencampur bahan bakar minyak (BBM) dengan biodiesel sebanyak 15% atau B15 sejak awal tahun ini. Tapi, pelaksanaannya lamban sehingga penjualan biodiesel sepanjang semester pertama tahun ini jeblok. Pengusaha biodiesel tak memiliki pasar alternatif atas produk ini. Padahal, pasar alternatif ini sangat penting di saat pasar utama ekspor sedang sepi. Sementara permintaan dalam negeri masih minim.

Produsen biodiesel justru menilai bahwa penurunan harga minyak dunia yang terjadi di awal semester kedua tahun ini bakal menambah suram industri biodiesel. Biodiesel semakin tak menarik di pasaran karena penurunan harga minyak bisa membuat harga solar makin murah. Konsumen beralih ke solar. Terutama negara yang tidak terlalu mementingkan lingkungan hidup seperti China dan India yang sejatinya merupakan pasar utama biodiesel Indonesia.

Penjualan biodiesel pada kuartal pertama tahun ini mencapai 200.000 kl. Kondisi memburuk di kuartal II-2015 setelah pasar ekspor meredup dan pasar domestik terhenti setelah Pertamina tak lagi menyerap biodiesel sejak bulan Maret. Alhasil, sepanjang April – Juni tahun ini nyaris tak ada penjualan biodiesel.

Angka 200.000 kl hingga paruh pertama tahun ini menjadi pukulan telak bagi produsen biodiesel karena pada tahun ini target penjualan biodiesel sudah ditetapkan sebanyak 1,6 juta kl untuk domestik dan ekspor. Produsen biodiesel kini ramai-ramai berharap agar produknya bisa diserap pasar domestik setelah program pungutan dana ekspor minyak kelapa sawit atau CPO mulai bergulir sejak 16 Juli 2015 tahun lalu.

Kebutuhan solar dalam negeri mencapai 34 juta kl per tahun. Berarti, biodiesel yang bisa diserap 5,1 juta kl per tahun.
  
Industri ini bisa berkembang asalkan pemerintah tegas menerapkannya. Jika pemerintah tegas dan konsisten menegakkan pemanfaatan dana pungutan CPO, tidak ada lagi alasan Pertamina untuk tidak menyerap produksi biodiesel dalam negeri.

Program dana dukungan  kelapa sawit atau CPO Supporting Fund telah diagendakan untuk membiayai subsidi biodiesel. Dan ini menutup selisih harga biodiesel yang lebih mahal ketimbang solar sehingga bisa dijangkau masyarakat.

Rencananya, dari target pengumpulan dana CPO Fund tahun ini senilai Rp 4,5 triliun sekitar 30% diantaranya akan digunakan untuk subsidi biodiesel. Porsi ini memang masih lebih rendah porsi 60%-70% yang akan dialokasikan pemerintah untuk peremajaan kebun sawit rakyat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar