Energi terbarukan bukan cerita indah. Renewable
energy is not a romantic story anymore. Kalimat itu diucapkan Direktur
Eksekutif Internasional Energy Agency Fatih Birol di sela-sela acara Bali Clean
Energy Forum 2016, pekan lalu di Nusa Dua Bali, energi terbarukan adalah sebuah
keniscayaan.
Selama dua hari, 11-12 Februari 2016, lebih dari 2.300
orang menghadiri Bali Clean Energy Forum (BCEF) 2016 yang diselenggarakan
Kementerian ESDM bekerja sama dengan International Energy Agency (IEA).
Sejumlah delegasi dari 27 negara dilaporkan hadir di acara tersebut. Topik
utama dibahas di forum ini adalah bagaimana mendorong pemanfaatan energi
terbarukan, khususnya di Indonesia.
Dalam forum itu pula, sejumlah pembicara dan delegasi
saling bertukar pengalaman mengenai pengembangan energi terbarukan di setiap
negara. Pengalaman itu menyangkut panggunaan teknologi ataupun mekanisme
pembiayaan. Bahkan, melalui BCEF 2016, dihasilkan deklarasi yang ditandatangani
delegasi dari 19 negara.
Dekalarasi itu antara lain menyebutkan, anggota negara
yang menandatangani deklarasi akan bekerja sama secara aktif dengan Indonesia.
Kerja sama itu meliputi berbagi pengalaman di bidang energi terbarukan yang
menyangkut teknologi dan pembiayaan, peningkatan sumber daya manusia, serta
upaya mendorong kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta di bidang ini.
Kementerian ESDM juga sepakat menunjuk Bali sebagai
pusat percontohan dan pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Di Jembrana
Bali didirikan semacam pusat studi untuk pengembangan energi terbarukan
yang disebut Center of Excellence. Dalam lima tahun ke depan,
ditargetkan 90 persen energi yang dipakai di bali berasal dari energi
terbarukan.
Sebagaimana disebutkan, hal-hal yang disepakati dalam
forum di Bali tersebut merupakan sebuah langkah maju setelah pertemuan di
Paris, Perancis, akhir tahun lalu, yang membahas perubahan iklim. Indonesia
terbilang aktif dan berkomitmen mengurangi emisi. Dalam 15 tahun mendatang,
Indonesia berkomitmen mengruangi emisi sebanyak 29 persen dengan usaha sendiri.
Ditambah bantuan negara lain, emisi yang dikurangi bisa mencapai 41 persen.
Tampaknya, BCEF 2016 semakin melengkapi forum,
seminar, dan diskusi tentang energi terbarukan yang sudah ada sebelumnya.
Lalu, apa selanjutnya? Kerja keras, konsistensi dan
dukungan semua pihak. Pengembangan energi terbarukan akan mengahdapi tantangan
harga energi fosil yang rendah, seperti minyak dan batubara. Di Indonesia,
pengembangan energi terbarukan menghadapi sejumlah kendala klasik, yaitu
birokrasi yang berbelit, perizinan yang rumit, dan komitmen pemerintah sendiri
lewat pemberian insentif bagi pengembang.
Kendala kerumitan di atas banyak dialami pengembang
tenaga panas bumi untuk listrik. Belum lagi regulasi tarif energi terbarukan
yang belum ada kepastian. Menteri ESDM Sudirman Said berjanji memebnahi
sejumlah regulasi di sektor energi terbarukan serta meningkatkan kerja sama
untuk mengatasi masalah teknologi dan pembiayaan di sektor energi terbarukan.
Kini, yang ditunggu adalah semoga semangat dan janji
dari Bali tersebut segera diwijudkan seperti yang sering dikatakan Sudirman,
energi terbarukan bukan lagi energi alternatif, tetapi harus menjadi pilihan
utama. Waktu yang akan membuktikan, apakah janji dari bali akan terealisasi
atau hanya sekedar janji yang menjadi mimpi.
Limbah Kelapa Sawit Bisa Kurangi Efek Rumah Kaca
Penelitian untuk mengurangi emisi gas rumah kaca terus
dilakukan, salah satu caranya dilakukan dengan mengolah limbah kelapa sawit
menjadi sumber energi terbarukan berbentuk biogas.
Berdasarkan hasil riset, saat ini kita sudah mampu mengolah
limbah kelapa sawit yang akan mampu
mengurangi efek gas rumah kaca.
Upaya ke depan adalah dengan cara mengembangkan energi terbaru biogas dari limbah kepala sawit. Semua limbah (waste) dari kelapa sawit nantinya bisa dihasilkan menjadi listrik, uap, dan pupuk. Selama ini limbah kelapa sawit hanya dibiarkan begitu saja sehingga menyebabkan pemanasan global. Kondisi ini bisa dikembangkan menjadi biogas yang bermanfaat, apalagi metode ini bisa menjadikan nilai tambah bagi perkebunan kelapa sawit, menjadi bisnis yang cukup strategis dan menyerap banyak tenaga kerja.
Dalam pengembangan biogas ini, pengolahan limbah kelapa sawit untuk PKS dengan kapasitas 60 ton TBS per jam hanya mampu menghasilkan daya 2 megawatt (MW),
Pemerintah sangat mendukung adanya pengolahan energi biogas semacam ini, pada 2019 kebutuhan energi di tanah air mencapai 2 juta barel per tahun yang berarti membutuhkan sekitar 5,5 barel per hari. Produksi minyak kita baru 0,8 barel per hari. Jika kita mengandalkan energi konvensional pasti akan berat, maka 2 juta barel tersebut bisa terpenuhi dengan adanya renewable energy dari biogas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar